Nun, Perahu Kehidupan yang Sedang Berlayar Menuju Muara-Nya: Ikang Fawzi dan Marissa Haque

(1) Mempertahankan Pernikahan; (2) menjaga perkawinan; dan(3) Merawat Cinta-kasih, sejak menikah siri di Desa Gekbrong, Sukabumi pada 3 Juli 1986 & di Catat Negara pada 12 April 1987.

Jakarta 12 April 1987, Pernikahan Resmi Ikang Fawzi & Marissa Haque

Jakarta 12 April 1987, Pernikahan Resmi Ikang Fawzi & Marissa Haque
Tercatat Resmi di KUA Jakarta Selatan, Ijab & Kabul di Jl. Lapangan Roos Raya 36, Tebet Utara, Jaksel (Rumah Orang Tua Marissa)

Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque

Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque
Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque

Total Tayangan Halaman

Nun, Perahu Kehidupan yang Sedang Berlayar Menuju Muara-Nya: Ikang Fawzi dan Marissa Haque

Premis Cinta Kami Menjadi Kekasih Allah Azza wa Jalla (Ikang Fawzi & Marissa Haque, dari dulu hingga kini)

Lagu: "Panggilan Jiwa" (Ikang Fawzi dan Candra Darusman/Anak-anak Deplu RI)


The First and the Last, Marissa Haque Menyanyi Rekaman bersama Fariz RM



Rabu, 29 Agustus 2012

Ikang Fawzi: Dua Jam Membaca (untuk Marissa Haque)

Ikang Fawzi: Dua jam membaca

Oleh Rahmayulis Saleh
Ikang Fauzi (antara)
Sumber: http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/ikang-fawzi-dua-jam-membaca

Musisi dan penyanyi rock Indonesia ini sejak kecil sudah akrab dengan buku. Sebagai anak seorang  diplomat yang sering mengikuti tugas ayahnya di beberapa negara, Ahmad Zulfikar Fawzi atau lebih dikenal dengan nama Ikang Fawzi, menjadikan buku dan berkesenian sebagai pengisi waktu luangnya selain belajar.

Laki-laki kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1959, ini menghabiskan masa kecilnya di luar negeri. Dia menjalani sekolah taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar di Belgia dan Jepang, mengikuti ayahnya Fawzi Abdulrani, yang waktu itu menjadi diplomat.

Kebiasaannya membaca buku sejak kecil itu, menurut Ikang, telah membuka dan menambah wawasannya. Dan kegiatan itu terus berlanjut hingga sekarang sampai dia sudah menikah dengan artis Marissa Grace Haque, dan memiliki dua putrid yang sudah beranjak dewasa.

“Setiap hari saya terbiasa membaca sampai dua jam, waktunya bisa kapan saja. Saat ini yang banyak saya baca buku-buku tentang ekonomi dan gaya hidup,” ungkap Penyanyi Rock Terbaik versi Majalah Gadis pada 1986 ini.

Menurut Ikang, hobinya membaca tersebut juga diikuti oleh isterinya dan kedua anaknya. Di rumahnya saat tersedia dua buah perpustakaan, dengan ribuan judul buku.

“Isinya macam-macam sesuai dengan bacaan kesenangan masing-masing keluarga. Untuk saya lebih suka baca masalah ekonomi,” ujar Duta On Clinic ini di Jakarta beberapa waktu lalu di sela-sela seminar yang diadakan On Clinic.

Selain membaca, ternyata sejak kecil Ikang juga suka berkesenian. Darah seni mengalir dari ayahnya, yang dulu pemain Hawaiian, pencipta lagu, dan penyanyi. Ayahnya selalu mendorong Ikang untuk berkesenian, dan  saat berusia 10 tahun, dia dimasukkan ke Yamaha Musik di Jepang untuk kursus privat electone dan drum.

Ikang juga dimasukkan ke klub belajar beladiri. Saat di Jepang dia belajar karate. Setelah kembali ke Indonesia, dia menekuni pencak silat. Tak heran walau sudah berusia di atas 50 tahun, tubuhnya masih tetap energik dan bugar.

Menurut Ikang yang juga pengusaha properti ini, memperhatikan gaya hidup menjadi sangat penting, terutama dalam mejalani pola hidup sehat, dan selalu berupaya melakukan hal-hal yang positif.

Setiap hari dia berusaha menghindari makanan yang banyak lemak, dan berenang di rumahnya dua hari sekali, masing-masing satu jam. “Dulu saya juga olahraga barbel, tapi di usia sekarang ini paling cocok bagi saya adalah berenang, mengonsumsi makana sehat, dan baca buku, serta bermusik,” ungkap Ikang yang alumni master MBA (S2) di UGM  Yogyakarta ini. (MSU)

Marissa Haque Ikang Fawzi: "Manusia Sebenarnya Sedang Tidur"



Jakarta, 12 Juli, 2004
Oleh Marissa Haque Fawzi

Untuk Majalah Noor edisi September 2004.


Dalam sebuah perenungan panjang, tatkala kutatap lalu lalang manusia yang menyemut dalam sebuah perjalanan panjang Bintaro ke Jakarta Pusat, terbayang wajah-wajah banyak manusia melangkah dengan mata terpejam. Ah, mereka sedang tidur!

Annemarie Schimmel, seorang wanita keras hati namun halus budi yang dititipi Allah kecerdasan diatas rata-rata dengan kemampuan verbal yang sangat lancar, adalah salah seorang role model ku didunia Sufisme/Tasawuf. Dalam salah satu buku tulisannya yang berjudul Jiwaku adalah Wanita, didalam paragraf pembukanya diceritakan sebuah kisah tentang seorang guru India yang sedang berkunjung ke Damaskus, Syria.

Buku yang diceritakan tersebut adalah sebuah buku tua terbitan 1872 dengan judul Padmanaba dan Hasan. Disana sang guru India tersebut memperkenalkan awal langkah misteri kehidupan spiritual kepada seorang anak laki_laki yang bernama Hasan yang membawanya kesebuah ruang bawah tanah. Ada sebuah keranda yang berdampingan dengan bekas singgasana Raja teronggok, dikelilingi sekumpulan harta benda ratna mutu manikam yang tak ternilai. Pada keranda tersebut terpatri kata-kata “…sebenarnya manusia itu semua sedang tidur, ketika mereka meninggal dunia, pada saat itulah mereka sebenarnya terbangun.” Schimmel kemudian baru menyadari belakangan bahwa ternyata sepenggal kata-kata yang terpatri tersebut adalah hadis Rasulullah Muhammad yang amat disukai dikalangan para Sufi dan penyair dunia Islam.

Didalam konteks posisiku sebagai anggota DPR terpilih periode 2004-2009 melalui partai Politik PDI Perjuangan, aku merasakan sepotong tulisan yang saya kutip diatas dari buku Annemarie Schimmel, adalah sebuah metafora pula dari penggalan lain langkah kehidupanku dalam kaitan dengan dunia politik. Betapa kehidupan singkat manusia ini hanyalah sepenggal mimpi pendek bunga tidur yang akan menetukan sebuah kehidupan abadi lainnya setelah alam dunia ini. Betapa sesungguhnya mimpi pendek ini sangat silau dengan tipu daya yang menjerumuskan. Alangkah kita nantinya akan menyesali ayunan langkah kehidupan yang telah kita lakukan, saat kita menyadari bahwa dikala mati kelak tidak satupun harta dunia akan terbawa.

Menjadi seorang anggota DPR, merupakan amanah sekaligus ujian dan jebakan yang nyata, yang akan menguji apakah dipenghujung langkah hidupku kelak aku layak menjadi kekasih Allah dan sahabat Rasulullah. Dimana kebutuhan transendental merupakan intrinsik atau innate property yang membuat setiap manusia itu cinta Illahi—apapun agama yang dipeluknya—dan ingin bersatu dengan Nya dikehidupan abadi kelak. Saat itu adalah saat dimana manusia sudah benar-benar bangun dari tidurnya. Namun sekarang masalahnya. Apakah manusia mengetahui bahwa sebenarnya mereka itu sedang tidur pada saat mereka sedang melakukan aktifitas kesehariannya? Wallahualam bisawab. Semoga Allah SWT membimbing pada jalan keselamatan didunia dan di akhirat, dan mengumpulkan kita semua kelak didalam tempat yang sejuk serta penuh dengan cahaya cinta kasih abadi.


Marissa Haque Ikang Fawzi: "Manusia Sebenarnya Sedang Tidur"

Senin, 27 Agustus 2012

Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"

Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge
 
World Paper, New York, USA
June, 2001


By. Marissa Haque Fawzi
An Indonesia Actress, is in Residence at Ohio University

 
Indonesia as a country among many countries in the world, cannot escape of the effect of globalization. More specially, the Indonesia film industry is influenced and shaped by the cultures and trends of many other nations. This assimilation necessary and positive for progress and increased quality as long as an individual maintains his/ her own touch, so to speak. This process is guaranteed by the fact that our world grows smaller everyday and the boundaries that once existed are no more.

The father of Indonesia film, Mr. Haji Usmar Ismail, was the first Indonesia artist to graduate from the School of Film at the University of California Los Angles as early as the 1940s. Generations to follow in the 1970’s were strongly predisposed to Russian production style and technique with Indonesian graduate from Moscow University such as Syumandjaja and Amy Priono.

Many artists to follow, Producers and Directors are products of Indonesia education and training. Their work, also distinguished, is colored by local wit and wisdom. A result of their efforts has been “Edutainment” or educational entertainment for the Indonesian citizen.

The only trouble with this is seen in the extremely small ratio of these artists in relation to the population of Indonesia, which far exceeds 200 million. If the love of money is the root of all evil it has also been the demise of the film industry in Indonesia. Many Directors viewed the production of movies as a monetary printing press.

The typical Indonesian film left nothing for the viewing public; there was no moral message and no real meaning. By the end of 1980s the film industry has stagnated and come to screeching halt. The Indonesia government further stifled the industry’s creativity and quality, and the differences from one film to the next became almost impossible to discern. It was a frustrating time for the movie-going public and even exasperating for those production teams that sought to create.

In 1990s gave us Garin Nugroho. As a young man, he graduated from University of Indonesia with a degree in Law and attended Indonesia’s Institut Kesenian Jakarta (Indonesian Art Institute). Garin Nugroho was determined to create new standard, and in the mid-1990s he began work. Nugroho presented an Eastern European style of production. Many Indonesian viewers did not understand this style of production and found the storylines difficult to follow, but his works have been honored (and have placed) at almost every international film festivals in which those have appeared.

Toward the end of 1999, a group of young Indonesian film graduates that, to date, do not wish to be identified with other movie production teams, came together to produce. They represent the new techno generation, seeking something new and different from all who came before them, and it is known to Indonesians today as the movie Kuldesak. This independent production team used a grassroots style marketing strategy throughout production. The film smacks of Quentin Tarantino. The theme song from thia movie was also honored by MTV at the MTV awards 2000 in New York.

The year 2000 was phenomenon for Rivai Riza (Film Director), Mira Lesmana and Triawan Munaf (Co Producers) with their award-winning production Petualangan Sherina or the Adventures of Sherina. The British honored this production with the presentation of the British Chavening Award Scholarship to Riza. This is only logical because Riza finished his Master of Arts in screenwriting at a British Institution in 1999. Riza ia rich with British style.

What do we see in the future of the Indonesian film industry? What style do we hope will prevail? There are so many possibilities, but that which cannot be denied and is clear to even those who would close their eyes is that American films are shown on every channel of Indonesian television and fill Indonesian theatres. In this lies an undeniable answer.

We are also aware that American film is a collection of assimilations from across the world. Thus we come full circle of globalization and interdependent world in which we live. We will, each and every one of us, learn from all of those around us without exception, if we hope to progress. This is a continual process that will go on for as long as we breathe.
Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"


Minggu, 11 September 2011

Cinta PAN bersama Ikang Fawzi di Yogyakarta: Marissa Haque Fawzi

Tegaskan Ora Golek Balen
Sunday, 11 September 2011 09:12
Tegaskan Ora Golek Balen
Fitri Bertekad Jadi Talang Garing


Sumber: http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/21917-tegaskan-ora-golek-balen.html

JOGJA - Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Ahmad Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji kemarin (10/9) mendapatkan giliran melakukan kampanye terbuka. Paslon yang membuat akronim Fitri itu kembali menegaskan tak akan mengambil gajinya selama menjadi wali kota dan wakil wali kota.

Kampanye terbuka Fitri ini menghadirkan sejumlah tokoh. Bahkan, mereka juga mendatang artis Marissa Haque dan Ikang Fawzi. Pasangan mantan artis nasional tersebut menghibur pendukung Fitri di Purawisata, Lapangan Sidokabul, dan Lapangan Karang Kotagede.

Aksi kampanye di Lapangan Karang diawali orasi anggota DPRD DIJ Arif Noor Hartanto. Dia mengajak seluruh warga yang hadir tak sekadar menyoblos kartu suara. Tapi, mereka juga harus mempertimbangkan kondisi Kota Jogja lima tahun ke depan.

"Pilih calon wali kota yang benar-benar memiliki komitmen bebas korupsi dan menyejahterakan rakyatnya,"
ujar politisi yang akrab disapa Inung itu, saat berorasi.

Orator selanjutnya adalah Koordinator Gerakan Rakyat Jogja (GRJ) Gazali. Salah seorang penggerak gerakan pro penetapan ini meminta seluruh masyarakat untuk berjuang bersama-sama mempertahankan keistimewaan Jogjakarta. "Mas Hanafi sudah sejak lama turun mendukung keistimewaan. Jadi, kenapa kita harus bingung dengan status keistimewaan Jogjakarta. Pilih Fitri untuk pro penetapan," kata Gazali.

Tak berbeda dengan Gazali, mantan Wakil Wali Kota Jogja Syukri Fadholi juga memastikan kepemimpinan Fitri akan menjadikan Kota Jogja lebih baik. "Kenapa saya mundur untuk mendampingi Mas Hanafi? Karena yang menggantikan saya ternyata jauh lebih baik dan tepat," jelas Ketua DPW PPP DIJ. Pernyataan ini ditujukan kepada Tri Harjun, pendamping Hanafi.

Syukri menyampaikan tiga ajakan kepada masyarakat. Sak kasur, ajak istri atau suami. "Nek ra duwe bojo, ajak bojone tanggane nyoblos nomor 2. Sak dapur, ajak teman-teman semeja makan nyoblos Fitri. Dan, sak sumur, ajak teman-teman yang satu sumur atau tetangga," terangnya.

Usai ketiga tokoh lokal tersebut, giliran pasangan artis Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Mereka mengajak masyarakat memilih Fitri dengan menyanyikan sebuah lagu gubahan Ahmad Dhani. "Tuhan kirimkanlah aku, pemimpin yang paling santun, Hanafi dan Pak Tri”. Masa yang berkumpul di lapangan turut menyanyikannya.

Hanafi kembali meneguhkan tekadnya. Saat berorasi, menegaskan janji Fitri untuk tidak mengambil gaji sebagai wali kota dan wakil wali kota. Fitri akan mengembalikan seluruh penghasilan sebagai wali kota dan wakil wali kota kepada masyarakat.

"Kami juga bertekad menjadi talang garing. Artinya, kami akan mengembalikan seluruh proyek kepada masyarakat, tanpa mengambil sepeser pun. Karena, proyek itu tujuannya memang untuk kesejahteraan masyarakat," imbuhnya.

Kampanye terbuka kemarin menjadi hari spesial bagi Hanafi. Dia merayakan ulang tahun yang ke-33.
Dia pun menerima banyak ucapan dari pendukungnya. (eri)

"Ikang Fawzi & Marissa Haque: Selamat Hari Ulang Tahun Mas Hanafi Rais, Semoga Menang di Hati Rakyat Yogyakarta"

Jumat, 10 Juni 2011

Pelabuhan Jiwa adalah Menulis: Marissa Haque Fawzi

Baru kusadari beberapa hari terakhir ini ketika seorang teman yang dekat di hatiku dari FH UGM bertanya: "Mbak Icha sayang...keliahtannya para alum ni dari Unika Atmajaya Jakarta itu punya ciri yang sama deh yaitu suka menulis!" Hhmmm...iya juga ya?


Namun saya menyukai dunia tulis-menulis jauh sebelum menapaki kaki mengambil S2 ku yang pertama di kampus ini. Tapi....memang, setelah gabung dalam pembelajaran di kampus ini kemampuan dan kesenanganku menulis menjadi semakin terasah. Khususnya karena Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan di sini terkenal salah satu yang terbaik di Indonesia, sayapun mengambil S2 dari jurusan LTBI singkatan dari Linguistik Terapan Bahasa Inggris.


Ta hanya diriku Dari LTBI, ternyata adik kelasku dari FE (Fakultas Ekonomi) bernama Angelina Sondakh jua sangat produksitf sekarang dalam dunia penulisa buku. Memang banyak yang memcingkan mata ketika tulisannya melulu soal keluarga dan dirinya. Tapi saya pikir mereka yang sinis itu hanya iri kepada Angie yang cerdas serta produktif! Iri pertanda tak mampu...hehe...karena kalau mereka iri sebenarnya jawabannya hanya satu yaitu "menulis juga dong!" Beradu karya melalui budaya menulis pasti akan positif. Daya nalar serta kreasi sportif pasti akan mengemuka, dan dampaknya akan menepis hal negatif lainnya.

Sehingga tanpa ragu-ragu saya berani mengajak anda semua untuk bergabung bersama dalam dunia positif yang saya sekeluarga sukai, yaitu: "Ayo Memulis!"

Sumber: http://marissahaque-sdalh.blogdetik.com
"Budaya Menulis Alumni Unika Atmajaya Jakarta: Marissa Haque Fawzi"

Rabu, 08 Juni 2011

Like Water that Flows Constantly : Marissa Haque Fawzi




Reflections on the meaning of life: Marissa Haque
(Amidst the flood that hits Indonesia)
Bintaro, Jakarta, February 21, 2004

 
Water is the source of life

It is very flexible and can easily adapt itself to anything.
If its course is blocked by a rock, then it will choose another one and continues flowing down towards its destination.

Water also behaves modesty, because it always flows to a lower place.

If the temperature rises, it evaporates, goes up to the sky and afterwards comes down again on the earth.
Water cleans everything; it floods the rice fields in the dry season; it cleans dust and makes the soil fertile.
According to a story, when the rain falls, thousands of angels come down with it.

But if the rains come down in torrents and continuously, like what is happening in the last few days in Indonesia, then there might be something wrong in the relations between men and water.
Water will become men’s friend if we treat it in s friendly way, but if we don’t do it, it will destroy us.
In life, water is an indicator of the quality of men in the eyes of God the Almighty.
Sumber: http://musik-melodi-syair.blogspot.com/

Senin, 28 Maret 2011

"AMINAH" Buku Karya Pertamaku: Marissa Haque Fawzi

"Aminah"

Oleh: Marissa Haque Fawzi
 
Diterbitkan oleh PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999

Aminah adalah seorang gadis kecil berjilbab. Ia hidup didaerah kumuh yang berdebu ditepi pantai Sampur, Jakarta.

Rumah-rumah disana terbuat dari papan dan kardus bekas. Sampah menggunung. Kaleng-kaleng bekas yang sudah berkarat bertebaran disana-sini. Dicelah-celah jendela, jemuran-jemuran bergantungan menunggu kering. Sebagian lagi bergantungan diatas tali-tali yang terbentang.

aminah-kaya-marissa-haque-yg-pertama-1999.jpgAminah tinggal bersama ibunya. Setiap hari setelah selesai sholat Subuh, mereka menerima cucian yang dititipkan oleh keluarga-keluarga kaya dari luar lingkungan mereka. 

Sehabis menjemur semua pakaian tersebut, Aminah pergi bermain-main kepantai didekat rumahnya. Biasanya ia bermain diantara karang-karang diatas pasir. Terkadang beberpa anak kecil lainnya bermain bersamanya. Pada kesempatan lain, ia lebih suka sendirian. Berdiam diri memandang gelombang pasang yang berkejaran menerpa karang. Dibiarkannya desir angin memainkan ujung-ujung jilbabnya.

Malam harinya Aminah berjualan kembang. Aminah mengelompokkan kembang tersebut sesuai warnanya; mulai dari warna merah muda, jingga, putih, dan ungu. Bersama Halimah sahabatnya mereka menjual bunga-bunga tersebut dijalan dekat lampu merah. Disana banyak anak-anak sebayanya bermain-main.

Malam itu tak ada bulan. Bintangpun enggan menampakka dirinya. Langit hitam pekat tertutup awan. Walaupun malam terasa panas, kedua anak itu menggigil kedinginan sampai ketulang sumsum.
Aminah dan Halimah berjalan menjajakan kembangnya. Mereka sampai disebuah jalan yang penuh dengan lampu beraneka warna. Hingar bingar kendaraan bermotor dan orang-orang yang berlalu lalang.

Tercium bau garam laut bercampur bau polusi yang berasal dari knalpot kendaraan-kendaraan bermotor yang bunyinya memekakkan telinga.

Aminah dan Halimah berjalan dianata mobil-mobil. Menawarkan kembang kepada para pengendara. Ketika bunyi klakson nyaring menyentak, Aminah dan Halimah buru-buru menyingkir.

Seorang wanita tertarik membeli lima tangkai kembang. Aminah dan Halimah tidak dapat menatap wajahnya, karena hanya tangannya saja yang terjulur keluar melalui celah jendela mobil. Wanita itu memberikan uang lima ribu rupiah.

Ketika lampu berubah warna menjadi hijau, mereka berdua kembali duduk sambil menatap kendaraan-kendaraan yang melaju kencang. Lampu-lampu jalan yang bersinar sangat terang, membuat bayangan pohon disekitarnya menjadi semakin dalam. Angin laut bertiup sepoi-sepoi. Udara makin dingin. Malam semakin larut.

Tiba-tiba terdengar bunyi tangisan keras yang menimpali bunyi kendaraan yang berlalu lalang. Aminah tahu siapa yang menangis. Segera didatanginya suara itu.

Seorang anak lelaki menggeliat diatas pangkuan ibunya. Sang ibu menepuk-nepuk punggung sang bocah sambil bersenandung lirih sampai sang bocah tertidur.

Aminah melihat kacang rebus jualan si ibu masih menggunung, belum laku. Ah, kasihan sekali. “Apa khabar Aminah? Banyak laku jualanmu?”, sapa ibu penjual kacang rebus itu. Namanya Ibu Rimpi. “Baru sedikit,” jawab Aminah.

“Anakku ini menangis terus sepanjang hari. Tapi kami tak dapat pulang dulu krtumah kalau belum dapat uang. Lihat jualanku hari ini masih sangat banyak tersisa.” Senyum ibu Rimpi terlihat sangat getir sembari menatap wajah-wajah cilik dihadapannya yang manis, jujur, dan polos serta mempunyai kulit yang halus, mata yang bening, dan senyum yang tanpa beban.

Tiba-tiba anak lelakinya menangis lagi. Maka tahulah Aminah dan Halimah bahwa anak lelaki tersebut kelaparan dan kedinginan.

Dengan uang lima ribu rupiah hasil penjualan mereka malam itu, Aminah dan Halimah bergegas membeli makanan dan minuman hangat di sebuah warung dipinggir jalan dekat tempat mereka mangkal. Uang sebanyak itu cukup untuk membeli empat gelas teh manis dan lima potong pisang rebus. “Ah, betapa mahalnya harga makana sekarang ini,” gumam Aminah.

Aminah dan Halimah membawakan makanan dan minuman itu ketempat Ibu Rimpi dan anakknya. Mereka berempat melahapnya dengan nikmat.

Tiba-tiba Aminah merasakan perutnya sakit bukan alang kepalang. “Ya Allah…apa yang terjadi dengan diriku ini?”, gumamnya. Halimah, Ibu Rimpi dan anak lelakinyapun terlihat kesakitan. Mereka semua limbung dan jatuh ketanah.

Tiba-tiba dunia terasa semakin kelam dari malam sesungguhnya. Aminah tak mampu lagi bernafas. Namun ia masih berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dalam lemahnya ia berdoa: “La ilaha Illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzalimiin.” Yang artinya ‘Maha suci Engkau, Maha Mulia Engkau, hamba ini seorang aniaya’ (doa Nabi Yunus ketika diperut ikan Paus). Tidak ada tempat lain untuk berlindung serta memohon pertolongan kecuali kepada-Nya.

Aminah keracunan makanan. Semua terjadi akibat pabrik-pabrik yang tak bertanggung jawab membuang limbah di Teluk Jakarta, dilokasi Aminah didaerah Sampur. Lalat-lalat berterbangan diparit-parit dan jamban-jamban dekat rumahnya. Menghinggapi makanan dan minuman yang dibelinya, meninggalkan racun dan kotorannya disana.

 
Tiba-tiba tercium bau semerbak, wangi sekali. Langit kelam tiba-tiba menjadi terang. “Apa yang terjadi? Dimanakah aku?” Aminah kebingungan. “Apa yang harus aku lakukan?”

Desir ombak terdengar. Semakin lama semakin keras. Kaki-kaki mungil Aminah serasa menginjak air laut ditepi pantai. Anginpun seakan membisikkan sesuatu ditelinganya.


Aminahpun teringat akan kembang yang masih digenggamnya. Dipandanginya sesaat, sampai tiba-tiba terbersit sesuatu didalam pikirannya. Dilemparkannya kembang-kembang itu dilangit.

Langit pekat berganti terang, cahaya putih bersinar, membuat bintang-bintang tampak terang benderang. Aminah melihat orang-orang berhenti bercakap-cakap. Tak ada lagi deru kendaraan yang membisingkan. Wajah orang-orang terlihat bersih dan bersinar, menebar senyum dimana-mana. Betapa tenteram, betapa indah.

Perlahan Aminah berjalan meyusuri tepian pantai, pulang kerumah. Sendirian, terlepas dari kerumunan orang banyak. Mengikuti arah sinar, nun didepan sana. Samar-samar terlihat bayangan ayahnya. Tapi Aminah merasa tak pasti. Ia terus membaca shalawat. Mengayuhkan kaki kecilnya, ia ingin menemui ibunya dirumah.

Aminah terus berjalan dibawah kaki langit yang penuh rahasia. Ditatapnya taburan cahaya yang bersinar. Bintang-bintang nun jauh disana adalah miliknya.

***


Resensi: "AMINAH" (Gadis Kecil di Tepi Pantai)

Pendidikan Moral dan Lingkungan untuk Anak dalam Dua Bahasa, Penerbit Rosda Karya Bandung




Marissa Haque Fawzi, ibu dua remaja puteri dan istri dari Ikang Fawzi (penyanyi rock) merupakan artis berintelektual tinggi. Selain menempuh program S2 ia akan melanjutkan studinya di Inggris. Ia sangat mencintai anak-anak dan dunia pendidikan sebagaimana ia mencintai dunia seni dan sastra. 


Marissa Haque Fawzi sangat profesional dalam berbagai bidang , bintang film dan sinetron, model iklan, pembicara dan moderator pada berbagai seminar dan presenter acar televisi. Buku pertamanya “Aminah” yang imajinatif ini berisi pengetahuan lingkungan, dipersembahkan untuk orang-orang yang dicintainya.
Dari cover “Aminah” yang menarik, pembaca tidak akan mengetahui bahwa pemaparan cerita menggunakan dua bahasa yakni Inggris dan Indonesia. “Aminah” merupakan cerita yang sederhana dan mudah dicerna oleh anak-anak siswa SD dan SMP. Perlu bantuan orang dewasa untuk membacakan teks yang berbahasa Inggris bagi anak yang belum mengerti bahasa Inggris.

Alkisah seorang gadis kecil berjilbab yang hidup di daerah kumuh. Ia harus harus mencari nafkah dengan membantu ibunya mencucikan pakaian orang kaya di pagi hari. Petang hari bersama teman sebayanya ia berjualan kembang di perempatan jalan. Pada suatu petang ia bersama sahabatnya membelikan makanan untuk dinikmati bersama seorang ibu dan anaknya yang menangis karena lapar. Sayang sekali makanan tersebut tercemar, sehingga mereka tak sadarkan diri.
Cerita yang sederhana, indah dan menyentuh kalbu. Walaupun pembaca tidak mengetahui berapa usia Aminah dan apakah is bersekolah atau tidak, tetapi pembaca dapat menyimpulkan bahwa Aminah adalah seorang gadis kecil yang cukup cerdas dan berbudi luhur. Buku ini bermuatan nilai keimanan dan pengetahuan lingkungan.


*Buku cerita “Aminah” merupakan Seri Bakti Pendidikan Artis. Lima cerita lainnya dikarang oleh Soraya Haque Soekarno, Trie Utami dan Andi Alta Amier, Vinny Alvionita dan Monica Oemardi, Gito Rolies, serta Dwiki Darmawan dan Ita Purnamasari. Selain sarat dengan nilai kebajikan buku ini dapat mendorong pembaca untuk berbahasa Indonesia dan Inggris dengan baik dan benar.

Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque

Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque
Damai dan Sentosa serta Kompak Lahir dan Bathin Keluarga Ikang Fawzi & Marissa Haque