Quote: "You’ll become more open minded and learn to treat people with more respect" (Marissa Haque Fawzi, 2010)
Satu Cinta dari Ikang Fawzi untuk Marissa Haque Istrinya
Biasanya kalau Icha sedang ngambek karena masih saja sering merasa cemburu dengan mantan saya bernama Christine Panjaitan–yang sama sekali sudah tidak ada didalam kepala maupun dihati saya–saya akan putarkan lagu
"Cintaku yang Pasti Satu".
Dengan sebuah lagu sebagai
‘a tool’ berjudul “Cintaku yang Pasti Satu” tersebut, biasanya tak lama kemudian hatinya akan kembali mencair dan kembali melembut. Lalu biasanya Icha juga akan kembali memberikan senyum termanisnya. Bisanya juga diiringi kata-kata sejuk dengan kemesraan komplit khasnya berbalut bahasa kasih. Dan kemampuan itu setahu saya hanya Icha yang memilikinya.
That’s my girl!
Sampai menjadi istri saya selama hampir seperempat abad, cerita kami ternyata masya Allah, masih sama saja. Masih dengan cemburu lama yang sangat basi! Tapi Icha adalah memang perempuan tercantik serta terbaik yang pernah saya miliki.
Mata indah Icha adalah inspirasiku dalam berkarya, tak ada yang mampu menyamai. Terutama tatapan matanya yang sejak dahulu selalu mengguncang hati. Terutama bila Icha sembari membuai dengan tutur-sapa lembutnya. Karenanya dari dulu hingga kini, bila sudah begitu, saya yakini tak akan ada pria yang tidak akan jatuh hati padanya. Tentulah termasuk saya sebagai salah satu pria yang bertekuk lutut dihadapannya. Cintaku pol sama Icha!
Bahkan lagu terbaru yang saya ciptakan berjudul
“Marry Me” bersama
para ipar dalam BIL (Brother in Law) adalah persembahanku untuk dirinya.
Marissa Haque, my Icha, adalah sang gadis bermata indah dalam syair lagu ciptaanku. Tak mungkin itu untuk Christine Panjaitan, yang selama ini selalu saja menjadi bahan pertanyaan Icha yang sangat melelahkan untuk saya jawab! Icha istriku memang sangat rajin dan mahir didalam melakukan banyak penelitian sosial-kemasyarakatan. Termasuk penegakan hukum, dan pendidikan anak cacat, serta lain sebagainya. Sehingga saya selalu merasa tidak nyaman setiap merasa Icha mulai menjalankan semacam in-depth-interview sebagai ‘data primer’ dia. Tentu saya akan merasa deg-degan takut salah jawab pada pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan–baik secara terus terang maupun melingkar. Saya kan suami dia bukan objek penelitian sosialnya!
Lagi pula Icha istriku sangat tahu, padanan syair terkait mata indah dalam lagu tersebut terkait dengan bentuk mata indah miliknya, yang tidak sebanding dengan mata milik mantanku. Bahwa cintaku yang pertama dan terakhir sebenarnya adalah untuk Icha, karena kualitas cinta-kasih kami berdua berada jauh diatas apa yang pernah saya alami bersama Chris!
Kalimat “…’tuk yang pertama dan terakhir” yang seperti ‘itu’ sebagaimana saya maksudkan didalam menciptakan syair lagu “Marry Me,” adalah ‘kebersamaan’ saya yang sangat berkualitas dengan Icha. Bukan dengan perempuan manapun didunia ini! Bahwa Chris bisa menyanyi yah memanglah, bahwa dulu saya menyintainya karena selain berkulit putih dia juga bersuara merdu, ya iyalah! Tapi itu kan dulu, sebelum saya bertemu Icha! Kalau saja Icha saat itu kuliah di UI dan dia berusia setua Chris, maka tentunya bilamana saya dihadapkan dengan dua pilihan harus memilih diantara Chris dan Icha. Maka terus terang apa adanya… Demi Allah dan demi Rasulullah, saya yakini saya akan jauh lebih tertarik kepada Marissa Haque, karena dia lebih unggul dalam banyak hal dibandingkan Christine Panjaitan mantanku itu. Sumpah! Wallahi…
Saya berharap tulisan ini membuat hati Icha istriku lega. Karena setelah kami bermasalah besar diakibatkan salah satu acara arahan Sys NS dan Ida Arimurti bertajuk “Zona Memori ” (dulu Zona 80). Dimana didalam acara yang on air pada tanggal 7 Februaru 2010 di Metro TV lalu, terdapat pengakuan Rinto Harahap terkait dengan seluruh proses penciptaan lagu-lagunya. Salah satunya adalah pengakuan Bang Rinto langsung, bahwa lagu-lagu yang dinyanyikan oleh salah satu penyanyi andalannya bernama Christine Panjaitan pada kurun tahun 1983-1989-an terkait dengan pengalaman cinta dan kehidupan dirinya. Yang kemudian mampu dihayati Christine dengan sangat baik sesuai dengan kehampaan jiwa dan kesedihan derita cinta dirinya terkait dengan keputusan Mama-nya (bernama Nurmala Sitompul) atas hubungan asmara antara Chris dengan saya dan kehadiran lelaki pilihan gereja dan keluarganya sesuai adat-budaya-agama yang dianut keluarga Chris!
Sehingga lalu kemudian Icha istriku merasa bahwa jawaban Bang Rinto Harahap secara terbata-bata–karena pasca
stroke tersebut–adalah
jawaban atas riset longitudinal istriku terhadap objek penelitiannya, dan menganggap saya tidak jujur padanya untuk bercerita apa adanya sebelum kami menikah siri 6 bulan lebih dahulu dari pernikahan mantanku pada September 1986 lalu. Siapa objek penelitian Icha? Siapa lagi kalau bukan mantan ‘rival’nya sang penyanyi
melow, yang telah benar-benar menjadi masa lalu saya saat di UI dulu! Sumpah janjiku pada Icha dari dulu hingga kini dan tak berubah, hanya satu… yang pasti satu tak mungkin lagi kubagi…
Ah! Icha… Icha… Icha… I Love You full my Love. Hanya satu kamu…
Seharusnyalah lagu “Cintaku yang Pasti Satu “ saya pikir akan membuat banyak perempuan manapun dibelahan bumi ini akan merasa menjadi
the one and only. Menjadi spesial begitu…
Sumber: http://ikangfawzi.blogdetik.com/